Sirkumsisi dapat Mencegah Infeksi HIV
Sirkumsisi, sunat, atau khitan adalah satu makna yang tentunya sudah tidak asing lagi di telinga kita, tetapi sirkumsisi sebagai suatu tindakan bedah ringan untuk mencegah transmisi virus HIV, apa Anda sudah pernah mendengarnya?

Bagaimana Sirkumsisi Bisa Menurunkan Resiko Infeksi HIV?
Dengan menghilangkan kulit khatan (foreskin), sirkumsisi menurunkan kemampuan HIV menembus kulit penis karena keratinisasi atau penebalan bagian dalam dari kulit khatan yang tersisa. Bagian dalam dari kulit khatan mengandung sel imun yang merupakan target sel (pintu masuk) utama HIV. Jika sebagian sel hilang bersamaan dengan dibuangnya kulit khatan, sebagian sel yang tersisa akan berkurang aksesnya terhadap HIV. Borok sebagai manifestasi dari penyakit menular seksual yang merupakan salah satu pintu masuk HIV, sering terjadi pada kulit khatan. Jadi, akan lebih baik kalau kulit khatan ini dibuang.
Infeksi primer lebih cenderung terjadi pada sel imun ketika tidak atau kurang terlindungi oleh keratin. Celah yang terbentuk antara kulit khatan dengan ujung penis, pada laki-laki yang tidak disunat, memberikan lingkungan yang menguntungkan untuk kehidupan virus, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Artikel lain menyebutkan bahwa lelaki yang disunat memiliki resiko lebih kecil mengalami luka, lecet, dan cedera lainnya di penis selama berhubungan seks. Hal ini menunjukkan mengapa sunat menurunkan resiko penularan HIV dari seks heteroseksual. Pemaparan lebih lanjut menjelaskan: pada manusia, ada dua macam kulit, yaitu kulit luar dan kulit mukosa. Kulit luar adalah kulit tangan, telapak kaki, kulit kepala, dll. Sedangkan kulit mukosa adalah kulit di mulut kita, tenggorokan, saluran pencernaan, kulit ujung penis (preputium), dll. Dibandingkan dengan kulit luar yang kering, mukosa preputium kurang mengandung keratin, banyak mengandung sel imun yang memiliki reseptor untuk HIV, lebih rentan untuk mengalami infeksi dan ulkus selama berhubungan seksual. Saat sirkumsisi, preputium dibuang, sehingga mengurangi kerentanan untuk terinfeksi virus. Seorang peneliti, Oliver Laeyendecker mengatakan bahwa HIV masuk melalui darah. Meski jumlah darah di penis sangat sedikit, infeksi tetap bisa terjadi karena membran yang tipis, rentan, dan memiliki banyak lubang.
Fakta Dan Kontroversi Sirkumsisi Sebagai Modalitas Pencegahan Penularan / Infeksi HIV
Secara medis, selain mencegah penularan HIV, sirkumsisi juga mencegah penumpukan smegma (zat lengket berwarna putih, berbau tak sedap yang bercampur dengan bakteri dan sisa-sisa urin). Pria yang disunat lebih higienis, pada masa tua lebih mudah merawat bagian tersebut. Sunat juga dapat mengurangi sisa-sisa kotoran yang ada di sekitar kepala penis dan lipatan kulit yang agak sempit. Banyak penyakit yang dapat dicegah dengan sunat, antara lain penyakit kanker, phimosis, paraphimosis, condyluma occuminuta, penyakit akibat jamur dan berbagai penyakit infeksi lainnya.
Bukti-bukti kuat bahwa sirkumsisi menurunkan resiko penularan HIV telah dipelajari sejak lama. Negara-negara muslim dimana hampir semua laki-laki disirkumsisi pada masa kanak-kanak, memiliki angka HIV yang rendah. Bukti ini juga menunjukkan bahwa laki-laki yang disirkumsisi memiliki resiko lebih rendah terkena herpes genitalis, sifilis, gonorrhea, dan beberapa penyakit seksual menular lainnya yang memfasilitasi infeksi HIV.5 Penelitian klinis yang dilakukan oleh tim peneliti dari Prancis dan Afrika Selatan menunjukkan bahwa laki-laki yang disirkumsisi memiliki resiko tertular HIV melalui hubungan heteroseksual 60% lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak disirkumsisi. Dua penelitian serupa di Afrika menunjukkan hasil yang semakin menguatkan. Bahkan sedemikian meyakinkannya, membuat United States National Institute of Health menghentikan penelitian lebih cepat dari rencana.
Dalam sebuah penelitian di Kisumu, Kenya, yang melibatkan 2.784 laki-laki, disimpulkan bahwa lelaki yang disirkumsisi memiliki kemungkinan 53% lebih rendah untuk terkena HIV dibandingkan dengan mereka yang tidak disirkumsisi. Penelitian lain di Rakai, Uganda, menunjukkan bahwa resiko terkena HIV 48% lebih rendah pada laki-laki yang disirkumsisi dibanding yang tidak.
Penelitian berbeda di Uganda yang melibatkan 343 pasangan, dimana pria menyebabkan infeksi pada pasangannya. Hasil yang didapat menunjukkan sejumlah 299 wanita yang terinfeksi HIV berasal dari pasangan yang tidak disirkumsisi dan hanya 44 wanita yang terinfeksi berasal dari pasangan yang telah disirkumsisi.
Bukti-bukti ilmiah yang ada mendesak para ahli untuk merekomendasikan sirkumsisi menjadi intervensi tambahan yang penting dalam menurunkan resiko penularan HIV melalui hubungan heteroseksual pada laki-laki.
Keuntungan Mencegah HIV Melalui Sirkumsisi
Professor Robert C. Bailey dari Universitas Illionis mengungkapkan bahwa vaksin AIDS tidak pernah satu kali suntikan, harus diulang, efektivitasnya dalam menekan penularan HIV belum mencapai 50%. Sedangkan sirkumsisi hanya dilakukan satu kali seumur hidup dan berlaku seterusnya dengan efektivitas penekanan transmisi sebesar 60%.
Di Indonesia, premi untuk sirkumsisi tergolong murah. Prosedur sirkumsisi dengan smart clamp berkisar dua ratus ribu rupiah dengan luka yang langsung dapat mengering. Prosedur manual pun hanya berkisar seratus ribu, hanya saja dengan luka yang tidak langsung mengering. Harga tersebut tidak menjadi soal mengingat banyak yang bisa didapat dari sunat.
Sirkumsisi pada laki-laki termasuk strategi prevensi HIV yang paling efisien secara ekonomi di Afrika subsahara. Sirkumsisi menghemat biaya dan menyelamatkan DALYs (Disability Adjusted Life Years) dalam jumlah yang besar.14 Pada daerah dengan angka infeksi HIV 25%, program sirkumsisi untuk seluruh laki-laki yang memenuhi syarat, tiap seribu sirkumsisi akan mencegah 308 infeksi HIV dalam 20 tahun. Biaya setiap kasus yang dapat dicegah sebesar US $ 181 dan dapat menghemat biaya kesehatan US $ 2,4 juta secara keseluruhan, menyelamatkan 4600 DALYs.
Meski demikian, sirkumsisi tidak 100% menyelamatkan kita dari infeksi HIV. Sirkumsisi juga tidak lantas melegalkan perilaku seks bebas. Perilaku seks yang aman, seperti pemakaian kondom tetap dianjurkan. Sebuah artikel menyebutkan bahwa sirkumsisi bukanlah ‘peluru ajaib’ yang dapat menyelesaikan masalah penyebaran HIV/AIDS dan bukan pengganti upaya preventif yang sudah ada, tetapi melengkapi. Lebih dari 85% penduduk laki-laki di Indonesia telah disirkumsisi. Pada beberapa daerah di Indonesia yang angka sirkumsisinya rendah menunjukkan kasus HIV/AIDS tinggi di tempat tersebut.2
Artikel ini kerjasama dengan Doctormums (www.doctormums.com)
Daftar Kutipan:
Sidemen A. et al. 2000. Training Curriculum Guidelines for Universal Precaution in Primary Health Care. MOH – Indonesia.
Petterson B.K. et al. 2000. Male Circumcision and HIV Acquisition and Transmission, Cohort Study in Rakai. Uganda.
Sollieux E.J., Coleman N., 2000. Expression of DC-Sign in Human Foreskin May Facilitate Sexual Transmission of HIV.
MC Combe, S, R. Short. 2006. Potential HIV-1 Target Cells in the Human Penis. Melbourne.
Auvert B. et al. 2005. Randomized Controlled Intervention Trial of Male Circumcision for Reduction of HIV Infection Risk. Plos Medicine.
Beryl Lieff Benderly. 26 Juni 2008. The Kindest Cut: Proof and Male Circumcision is Cost-effective Against Transmission of HIV.
WHO and UNAIDS Announce Recommendation from Expert Meeting on Male circumcision for HIV Prevention. Paris. 28 Maret 2007.
Oka Negara. Sekali Lagi Tentang Sirkumsisi Laki-laki: Antara Tradisi, Pencegahan HIV, dan Hak Seksual. Fakultas Kedokteran Unud.
Kahn J. et al. 2006. Cost-effectiveness of Male Circumcision for HIV in South African Setting. University of California – San Francisco.